LAIN DI HATI, LAIN DI CERITA
22.09
Diposting oleh HOST
“Trus?” ah, ntah kenapa aku mulai kembali dengan
canduku. Rasa penasaran. Ingin tahu sampai setiap jengkal kisah mereka.
“ya, aku hanya bilang kepadanya bahwa aku tak bisa
memaksakan keinginanku untuk memilikinya. Aku hanya memperjuangkan cintaku untuknya.
Aku rasa dia orang yang baik, dan mmperjuangkannya terasa benar. Hanya sampai
batas itu. Aku hanya minta kepadanya untuk membiarkan aku mencintainya.”
“Kau
munafik sesungguhnya, kau ingin mmilikinya. Rasa itu aku yakin ada dalam 80%
dalam dirimu.” Tapi ini
tak kusampaikan. Aku hanya diam, menjadi pendengar yang baik. Dia tak butuh
saranku, dia hanya butuh sepasang telinga saat ini. Oh, aku benar-benar
terlatih untuk ini. Seperti tim SWAT yang terlatih untuk bergerak dalam keadaan
darurat.
“Kau tahu, Han?” aku hanya menoleh ke arahnya dan
mengangkat alisku. Bahkan kini aku tak perlu melemparkan kata ‘Lalu’,’ trus’
atau apapun untuk membuatnya cerita lebih jauh. Lebih menyeluruh. Dia mengantar
ceritanya kepadaku. “aku dulu seperti orang yang diam-diam memperhatikan
jendela rumah yang isinya adalah bahagia, menunggu kapan aku punya celah dan
berdoa mereka berpisah. Lalu masuk, mengobati luka dan membentuk bahagia yang
lainnya.”
“sekarang?” dia butuh pertanyaan ini.
“Sekarang aku tahu, kalaupun aku tak punya celah
untuk lompat melalui jendela itu, biarkan aku mengawasi jendela itu dari jauh,
dari jendela rumahku yang aku bangun dalam jarak pandang terjauh.”
“Kau
bohong lagi Tio, kau sering kali menyelinap melalui jendela itu, memanjakan
wanitanya ketika sang lelaki terlelap. Itu semua kau katakan khilaf. Tapi tak
semua salah ada padamu, wanitanya yang membuka gerendel jendela itu,
membiarkanmu masuk bahkan mendamba rela menunggu di tepi jendela. Dia bilang
itu tak ada salahnya.” Lagi-lagi
aku diam.
“aku lelah Han. Aku juga tak ingin terus menyiksa
ini” menunjuk dadanya
“kau
menikmatinya Tio, kau menikmati memanjakannya walau kau tahu itu salah dari
semula. Kau menikmati respon dari wanitamu yang juga wanitanya. Kau menikmati
momen kau menyakiti bagian yang kau tunjuk saat ini.”
PUNCAK
21.43
Diposting oleh HOST
Dirapatkannya tangan ke dinding, menggaruk mencari
pegangan. Mungkin ini posisi terakhir yang dapat dilakukannya sebelum
kenikmatan ini menyentuh puncak. Lelah menggarap dinding yang datar, jarinya
memelintir daging kehitaman di ujung buah yang ranum, seolah ingin mempercepat tujuan.
Tak sabar. Bukan. Tapi tak tahan. Lelah menunggu.
Darrrr!
Tubuhnya bergetar. menggigil lalu menggeliat
dibasahi keringat. Sesekali tersentak, tersengat sisa kenikmatan yang
membuatnya bergetar. haaahh, kalau ada yang menusukkan pisau di atas perut
ratanya saat ini, berteriak pun sudah tak mampu dilakukannya. Lelah. Tapi bahagia.
Kalau dunia bisa senikmat ini, bagaimana surga?
Sudah berapa malam tubuhnya menyatu dengan tubuh
yang berbeda setiap kenikmatan yang diraihnya. Entah berapa malam desahannya
menyatu dengan suara berat sebagai kombinasinya. Kenikmatan ini tiada habisnya.
Semakin hari semakin ingin merenggutnya. Ingin menjadikan setiap kenikmatan
dunia menjadi miliknya. Rakus. Dan ini candu. Bahkan ia pun paham tentang itu.
Jangan bicara “berhenti” kepadanya. Karena jawabannya
hanya tawa. “munafik bangsat! Jangan hanya bicara. Rasakan sekali saja, dan beri aku cara untuk menafikannya kemudian
berhenti mengharapkannya” mungkin itu isi tawaanya.
Langganan:
Postingan (Atom)