PUNCAK
21.43
Diposting oleh HOST
Dirapatkannya tangan ke dinding, menggaruk mencari
pegangan. Mungkin ini posisi terakhir yang dapat dilakukannya sebelum
kenikmatan ini menyentuh puncak. Lelah menggarap dinding yang datar, jarinya
memelintir daging kehitaman di ujung buah yang ranum, seolah ingin mempercepat tujuan.
Tak sabar. Bukan. Tapi tak tahan. Lelah menunggu.
Darrrr!
Tubuhnya bergetar. menggigil lalu menggeliat
dibasahi keringat. Sesekali tersentak, tersengat sisa kenikmatan yang
membuatnya bergetar. haaahh, kalau ada yang menusukkan pisau di atas perut
ratanya saat ini, berteriak pun sudah tak mampu dilakukannya. Lelah. Tapi bahagia.
Kalau dunia bisa senikmat ini, bagaimana surga?
Sudah berapa malam tubuhnya menyatu dengan tubuh
yang berbeda setiap kenikmatan yang diraihnya. Entah berapa malam desahannya
menyatu dengan suara berat sebagai kombinasinya. Kenikmatan ini tiada habisnya.
Semakin hari semakin ingin merenggutnya. Ingin menjadikan setiap kenikmatan
dunia menjadi miliknya. Rakus. Dan ini candu. Bahkan ia pun paham tentang itu.
Jangan bicara “berhenti” kepadanya. Karena jawabannya
hanya tawa. “munafik bangsat! Jangan hanya bicara. Rasakan sekali saja, dan beri aku cara untuk menafikannya kemudian
berhenti mengharapkannya” mungkin itu isi tawaanya.
This entry was posted on October 4, 2009 at 12:14 pm, and is filed under
. Follow any responses to this post through RSS. You can leave a response, or trackback from your own site.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar